13.11.20

Abati Tersayang

Baru-baru ini aku sangat ingin memanggil ayah dengan sebutan abati. Karena aku ingin menunjukkan rasa hormatku yang paling tinggi. Sebagaimana Nabi Yusuf memanggil ayahnya dengan sebutan, "Yaa abati". Setiap membaca Al-Qur'an pada kata-kata 'Yaa Abati', pikiranku mengenang ayah. 

Ayahku sayang, Pak Iyeng, nama yang kupakai untuk memanggilmu saat aku belum bisa mengucapkan huruf 'r'. Nama panggilan itu adalah plesetan dari kata ireng atau bahasa Jawa dari hitam. Karena warna itu adalah warna kulitmu yang terbakar matahari karena memanjat tingginya pencakar langit di pembangkit listrik. Pak Iyeng, orang yang selalu membuatku menangis, karena bangga. 

Engkau adalah laki-laki yang selalu membuatku menangis haru. Di awal masuk bangku kuliah, aku selalu sedih melihatmu menungguku selesai kuliah, bahkan menungguiku selesai ujian. Aku belum bisa naik sepeda motor waktu itu, engkau mengantar jemput dan menungguku di depan Gazebo FIB seperti biasa. 

Salah seorang temanku berkata, "Bapakmu terlihat semakin sepuh"

Aku bersikeras memohon kepadamu agar aku berangkat kuliah sendiri agar engkau tak kesulitan. Aku ingin sekali mandiri tanpa merepotkanmu. Tetapi engkau bilang ingin mengisi waktu luang, duduk-duduk di gazebo kampus sambil menungguku. Aku tidak mengikuti banyak kegiatan di awal-awal tahun kuliah karena takut merepotkanmu. Di tahun kedua, aku malah sering pulang terlambat karena sudah bisa pergi kemanapun dengan sepeda motor matic. Selain itu, aku mempunyai banyak kegiatan di kampus. 

Berapa umurmu sekarang, ayah? Di KTP tanggal lahirmu tertulis 13 November 1949. Engkau sering menceritakan banyak hal padaku, tentang bangunan-bangunan kolonial, trem, dan beberapa kosakata Bahasa Belanda yang akrab dengan lidahmu. Engkau sendiri bahkan tak pernah melihat ayahmu, tak pernah merasakan belaiannya. Maafkan aku, yang sering bertanya mengapa aku tak pernah merasakan kasih sayang seorang kakek. 

Ayah adalah anak terakhir dari rahim nenek. Banyaknya jumlah anggota di keluarga ayah, tak membuatnya patah semangat untuk sekolah. Nenek Aisyah, seorang penjual sabun, ayah membantunya dengan berkeliling berjualan sabun juga. Ia membawa buku kemanapun pergi, sambil belajar. Ayah, apakah aku anak yang malas? yang selalu belajar semalaman sebelum ujian? Ayah pernah bilang dulu kadang merasa iri dengan anak seusianya yg ditemui di jalan sedang minum susu, misalnya. Karena setiap pergi ke sekolah, ayah selalu memakai ikat pinggang yang erat, agar tidak merasa kelaparan. Terus bertahan seperti itu. Melanjutkan pendidikan SMK, buatnya sudah cukup, sebagai anak yang berasal dari keluarga kurang mampu. Diterima di sebuah sekolah kejuruan teknik, di daerah Pirngadi, yang sekarang bernama SMK Negeri 7 Surabaya. Ayah memiliki cita-cita yang kuat, untuk dapat mengenyam pendidikan yang cukup, demi mendapatkan pekerjaan yang baik, dan satu lagi cita-citanya, untuk membuat anaknya bisa mendapat pendidikan yang tinggi, lebih tinggi dibanding ayahnya sendiri. Kemudian ayah diterima di sebuah perusahaan listrik.

Pada bulan Agustus tahun 1991, ayah masuk rumah sakit, lengan kanannya dioperasi karena tiba-tiba lumpuh, di bulan itu juga aku terlahir ke dunia. Di bulan Agustus pula pada tahun 2011, adalah bulan yang berat buatku. Ayah masuk rumah sakit, bahkan saat dimasukkan ke dalam taksi menuju rumah sakit, ayah tidak bisa berjalan. Ia banyak terdiam, suhu badannya panas, entah penyakit apa yg dideritanya, tak ada penjelasan yang pasti. Dokter menyarankan untuk opname. Selama berhari-hari ayah tak sadarkan diri, mengigau tak karu-karuan. Jujur, ini berat buatku. Karena tak pernah sekalipun dalam hidupku, melihatnya sakit tak berdaya, bahkan sampai infusnya tercabut saat tidur, darah bermuncratan dimana-mana, juga di kacamataku. Setiap pulang dari rumah sakit, aku bergumam lagu kesukaanmu, Hey Jude. Di bulan puasa itulah, Tuhan memberi cobaan yang menjadi awal bagiku diantara sekian banyak cobaan yang akan kulewati sesudahnya. Meski begitu, aku belum bisa hidup tanpa ayah. Aku bahkan sempat berpikir bahwa anak tunggal itu seharusnya laki-laki, supaya bisa melindungi keluarganya jika terjadi musibah. Aku hanya bisa berdo'a agar ayah cepat sembuh. Tuhan mengabulkan doaku. 

Saat ini, apa yang menjadi cita-citaku, menjadi cita-cita ayah juga. Ia tak pernah membuatku kecewa. Apapun yang kulakukan, selalu diberikannya dukungan. Tapi satu yang selalu kuingat darinya: Semua makanan, dan jerih payah yang halal, akan memberikan hasil yang baik. Ia menuntut dirinya sendiri agar menjadi manusia yang jujur dalam bekerja. Kerja keras ayah semasa muda, selalu membuatku bercermin, perjuanganku bukanlah apa-apa dibanding semangatnya meraih cita-cita. 

Pak Iyeng, yang berkulit hitam karena sejak muda pekerjaannya memanjat tiang listrik. Maafkan aku yang hari ini bukan siapa-siapa, jika suatu saat nanti aku berhasil, itu karena engkau yang mengajariku untuk menabung perbuatan baik, untuk mendapatkan hal-hal yang baik. Juga karena ibuku yang keras, dan mengajariku untuk tegas dalam hidup, dan kuat seperti mereka. Jangan tanya siapakah manusia yang paling kuat versiku, karena jawabanku adalah ayah dan ibu, orang-orang yang sederhana dan kuat dalam menjaga prinsip hidup, serta tahan banting dengan cobaan-cobaan yang mereka lalui bersama. Senang berada di tengah-tengah mereka sambil menertawakan gigi ayah yang sudah ompong, kebandelan ibu mengkonsumsi gula, sampai tentang baju kembaran mereka sewaktu pacaran. Kami juga memperdebatkan baju yang akan mereka pakai di hari wisudaku. Harus dengan warna senada. 

Ayahku sayang, sampai saat ini aku masih menangis di penghujung sholat-ku. Aku akan selalu mendoakanmu tiada henti. Semoga Allah menyayangi dan mengasihi engkau selalu sebagaimana yang telah engkau lakukan kepadaku sejak aku masih sangat kecil dan tak berdaya. 

-------------------------------------
I wrote these short paragraphs in 2013. It was before my father was finally hospitalized again so many times due to lymphatic cancer. The struggling began in 2014. After 3 years of continuous chemotherapy, he passed away on 26 August 2017. I pray to Allah every day, that we will be gathered in Jannah someday.

Well, today is the day you were born, I love you. Thank you for being my father.

11.8.20

Awal Kemarau 2020 di Atas Kereta Sri Tanjung

Akhir-akhir ini banyak sekali hal yang berlalu lalang di pikiran. Saking pusingnya serasa ingin ber-solo travel setelah pandemi ini berakhir. 

Kali ini kami melakukan sebuah perjalanan di tengah parahnya pandemi yang masih menyerang negeri. Tentu saja bukan perjalanan untuk tamasya. Kami memutuskan naik kereta karena lebih aman. Ini pertama kalinya pulang naik kereta api. Kepulangan kali ini adalah do'a yang telah kupanjatkan selama 3 tahun terakhir ini. Karena pandemi belum berakhir, kami harus tes rapid dulu dan menunjukkan hasilnya setiap akan boarding ke kereta. Kami naik kereta ekonomi Sri Tanjung dari Stasiun Gubeng ke Stasiun Madiun. 

Dari kejauhan tampak panas terik pertengahan bulan Juli, tapi kami masih bisa melihat hamparan hijau sawah. Tampak beberapa orang sibuk menggarap sawah. Ada juga yang sedang berteduh dibawah dua atau tiga pohon ditengah-tengah silaunya cahaya matahari. Beberapa anak kambing sibuk mengunyah dipinggir rel tanpa mempedulikan kota besi yang melaju meniup bulu-bulunya yang putih bersih. Angin yang menyapa dari pendingin udara membuat kami lupa panas udara luar yang dipisahkan oleh tipisnya dinding kereta. Waktu terus berlalu. Terkadang kereta melewati stasiun-stasiun kecil, kemudian berhenti sebentar di stasiun besar. Sampai akhirnya kami sampai di daerah Caruban dengan cahaya matahari yang mulai keemasan. 

Sekitar tiga hari kami menginap di Madiun. Menyelesaikan urusan yang harus diselesaikan. Aku pulang diiringi do'a ibuku. Semoga aku selalu dilimpahi kebaikan dan dimudahkan segala urusan. Sepulang dari sana aku memikul sebuah tanggungjawab baru. Semoga Allah memudahkan jalanku serta mewujudkan segala niat baikku. 

Kami sampai lagi di Stasiun Madiun pada Minggu pagi. Kereta akan berangkat sekitar jam 10. Kami sudah sampai di stasiun jam 8 pagi. Kami diantar taksi dari sebuah desa dekat Pasar Pagotan dan menempuh perjalanan sekitar 20menit untuk sampai di stasiun. Suasana masih lengang pagi itu, hanya ada beberapa orang yang bersiap naik Kereta Sri Tanjung ke Surabaya. Beberapa sepertinya calon mahasiswa yang diantar orangtuanya. Sepertinya mereka akan mengikuti tes di Surabaya. Kami semua segera menyiapkan kertas-kertas yang akan diperiksa oleh petugas.

Meskipun sudah sarapan, aku tergoda dengan aroma roti yang berbaur dengan kopi. Karena mereka memberikan diskon 50% maka aku membeli delapan sekaligus. Anak stasiun pasti hafal dengan merk roti ini. Kereta-pun datang, aku bergegas menyeret koperku. Sepanjang jalan menikmati barisan pohon jati yang berganti dengan barisan pohon trembesi. Lalu berganti lagi menjadi sawah yang berganti menjadi panjangnya pondok pesantren di Peterongan. Dari hutan jati, ke luasnya sawah hijau, sampai rumah-rumah penduduk yang berdempetan, jemuran yang digelar dibawah nyala matahari Surabaya. 

Perjalanan pun terhenti. Menyisakan perasaan yang teraduk-aduk. Akhirnya aku pulang. Entah kota mana yang akan kusebut dalam kepulanganku selanjutnya. 



16.2.20

Q & A




I know who will read this things on my blog. Nowadays seems like people aren’t doing much on blog things. Lol.

Well, how do I get the Questions?

I’m wandering around pinterest to get such journal inspiration kind of things.
So… let’s get started

Describe the first time you fell in love?
With my neighbor when I was a kid haha. We were in the same age and he loved to play football while I loved to ride bicycle around our neighbourhood. We even studied together even we were in  different school. Lol. 

Share a place you’ve visited before and would like to visit again.
Waduk Selorejo / reservoir / whatever, and I hope I can visit the place with my mom and someone in my future? Having lunch by the lake (sambel penyetan, wader, shrimp), jump on to the boat enjoying the view of mountains surrounding the lake. 

Remember the best thing you remember about being a kid.
Having lunch every Sunday with my mom and dad in a crowded market: Pasar Turi.
We loved to eat rujak cingur. The seller is a Madurese named Buk Saluki. The stall was super crowded on the weekends. At Pasar Turi, my mom always bought lots of scarves, sometimes kitchen utensils, textiles. Sometimes they bought me new clothes at Ramayana. But I hated to pass by meat stall, super dirty made me wanna cry.

Describe the type of person that you’re attracted to
Humble, smart, cool, funny, outgoing, not too much talking but we can talk about anything, firm and steadfast in religion.

Describe how you’re different from the person you were five years ago.
Five years ago I was busy taking care of my dad, he was a cancer survivor. I thanked God that I got a job near hospital (previously I worked at Gresik) where I could manage everything especially my dad’s chemotherapy easily.

But now, I value my every hardship in the past. So that I can get closer to Allah. All those hardships make me forget about being myself. My life was only about work, paid all bills, took care of the family.

That’s how I learned so hard about life. The point when nobody could preserve you except Allah. My circle of friends, they’re still depends on their parents. Then I become an independent person.
Sometimes I feel tired, but I feel much grateful for everything. I hope someday I can find a person that we can take care of each other.

When was the last time you tried something new?
Last week I visited a new place I’ve never been before. I went to Gunung Kelud with my friends. The view was good. Mountain’s air is always the best. But then the next week I had a problem at work. Pffft, hopefully everything will be settled smoothly.

Are you holding onto something that you need to let go of?
Yes, fear. There are so many things in my wishlists but I’m just afraid to do that right now, or I don’t have enough courage at least to  try. :( But I just can’t tell what it is.

When you are 80-years-old, what will matter to you the most?
Of course preparing a beautiful death (Amin). Preparing the day I’ll meet Allah and pray to him that I have a good ending in both Dunya and Akhirah.

A Day in your life -- break it down and share with reayders.
Below exclude praying and religious activities (I don't want to show off, I'm just an ordinary muslim that learning day by day). 

Weekdays
Wake up, cook for lunch, shower, go to work, having lunch and watching Korean drama at the same time, work, going home, sometimes buy something for my mom’s dinner, shower, watch youtube, sleep
Weekend - Saturday
Wake up, go to work, go to the nearest convenience store to buy breakfast (pasta/ayam geprek/rice/sausage/yogurt/ice tea), work, going to a mall sometimes with friends/ mom, going home, shower, sleep
Weekend - Sunday
Wake up, go to the traditional market, breakfast with mom (eat out: soto daging/sate kelapa), sometimes cooking, watching TV, ironing, lunch, take a nap, cleaning the bathroom, mopping the floor, watching TV, shower, watching TV/movie sometimes reading a book, sleep.

Your dream vacation
Of course, Hajj.

Your top 5 favorite movies
I know I rarely watch movie lately, so I’m sorry if… yah whatever
- Eternal Sunshine of the Spotless Mind
- Scott Pilgrim vs. The World
- Pride and Prejudice
- Submarine
- Teen Spirit

What can you see outside your bedroom window?
Sky, my neighbor’s rooftop, used to be my father’s fish pond down below. But it is no longer there.