9.9.12

Merekam Kembali Geneng

Berapa juta orang di dunia ini yang tahu keberadaan Desa Geneng, Kecamatan Margomulyo, Kabupaten Bojonegoro. Yah, yang pernah KKN di sini boleh masuk hitungan deh. Kalau dipandang dari lokasinya, desa ini masuk dalam kategori galau. Kabupatennya sendiri masuk Bojonegoro, sedangkan jaraknya ke Bojonegoro kota lebih jauh dibanding ke Ngawi. 

Akses utama menuju Desa Geneng bagi pendatang bedol desa seperti kami ini cukup penuh dengan perjuangan. Sediakanlah perut yang safety riding karena kita akan melewati zona per-off road-an. Hehe, kalau dibilang off road terlalu berlebihan sih ya. Jalan provinsi menuju Geneng berawal dari Kecamatan Padangan (sesudah Bojonegoro kota) ini memiliki tekstur permukaan aspal yang bergejolak.

Yoski! Kami berangkat ke Geneng dengan bus eksklusif yang satu bus hanya diisi oleh kelompok kami. Biasanya sih, satu bus dijejali dengan dua kelompok. Kali ini kami jadi penguasa dan leluasa untuk salto, tidur miring-miring sambil selonjor, push up, squat jump, dsb. Sungguh nikmat! Tapi kenapa tidak ada kelompok lain yang mau bergabung dengan kami? Ya, karena bus kami diklasifikasikan ke dalam jenis bus kaleng tak ber-AC dengan supir yang memiliki jiwa sangat pemberani layaknya para pembalap F1. Faktanya, keberadaan kantong-kantong plastik yang bergantungan di atas kepala-kepala tak berdosa ini sengaja mengintimidasi, seakan-akan mengajak kami “Ayo, mabok darat coy! Biar nge-flay abis coy!” Akhirnya, kamiberserah diri kepada Tuhan agar terhindar dari godaan syetan yang terkutuk. 

Berikut adalah rekaman singkat tentang kondisi salah satu desa (dan beberapa aktivitas sehari-hari warganya) dari sekian banyak desa yang ada di Indonesia. Fotonya kurang lengkap sih sebenarnya, tapi lebih baik di-share, hehe

12 Juli 2012. Beginilah anak-anak Geneng menghabiskan siang mereka sepulang sekolah. Mereka bermain sambil jajan, berjalan-jalan ditemani teman-teman dan…. ayam. Faktanya, ayam di desa ini lebih penakut dibanding di kota. Sekali gertak dengan sandal, mereka lari terbirit-birit.

15 Juli 2012. Pagi ceria bersama Mak Sum (pojok kiri). Penjual belanja keliling  hadir setiap pagi,  berjualan sayuran dan bahan mentah untuk kebutuhan sehari-hari. Jajan yang enak-enak juga ada buat diserbu ketika perut pagi meronta-ronta. As always, selalu menjadi basis berkumpulnya ibu-ibu untuk bertukar informasi. Bersama Mak Sum sang pemilik warung, Wina ikut jualan dengan baju koko-nya.

15 Juli 2012, di siang yang teduh beberapa warga desa sedang menunggu mesin penggilingan padi yang dioperasikan oleh satu orang yang berkeliling desa. Warga bergantian antri untuk menggilingkan padinya. FYI, selama ada aktivitas ini berlangsung, jangan berada terlalu dekat dengan aktivitas penggilingan, karena dapat menyebabkan gatal-gatal. Foto kanan, Mak Sum lagi! Eksis ya. 
17 Juli 2012. Sepak bola selalu jadi jenis olahraga yang umum dan disukai kebanyakan orang. Begitu pula anak-anak ini. Main sepak bola tidak hanya dilakukan pada jam istirahat, tapi juga jadi aktivitas di sore hari.

19 Juli 2012. Seorang perempuan sedang memanggul tumpukan jerami. Disini, jerami bisa digunakan untuk bahan utama pakan ternak pada musim-musim kemarau. Aktivitas yang berhubungan dengan pertanian di desa ini ternyata bukan cuma dikerjakan oleh lelaki, perempuan pun ikut dilibatkan.

23 Juli 2012. Kebanyakan dari rumah warga dindingnya masih terbuat dari papan atau gedek (bambu yang dianyam) dan masih belum menggunakan ubin pada interior rumah. Tidak ada jendela, dan letak pintu selalu di tengah, bagian dalam rumah juga selalu los, atau tidak tersekat-sekat. Sedangkan cuaca yang ekstrim di musim kemarau membuat rumah menjadi panas di siang hari dan sangat dingin di malam hari. Cuaca yang ekstrim inilah yang membuat kami tumbang bergantian selama KKN, tapi semangat tetap membara.

23 Juli 2012. Anak-anak disini memiliki semangat belajar yang sangat tinggi.  Setiap hari mereka (khususnya malam hari),  mereka mau datang untuk belajar di tempat kami tinggal selama disana. Di bulan puasa sore-sore, aku, tante meican, dan mak sum junior (Nopi-ah) ikut mengajar mereka Bahasa Inggris.

SDN Geneng I, sekolah ini memiliki jumlah siswa sebanyak 48 orang dari kelas satu sampai kelas enam. Namun, di kelas-kelas mereka banyak terdapat bentuk keterampilan atau prakarya yang sangat kreatif dan memanfaatkan barang-barang bekas (recycle). Di foto ini ada Afika lho (Arissa, yang berkerudung pink), hehe.
Majalah gawl yang ditemukan di ruang guru sekolah
Ada juga beberapa butiran debu, eh.. beberapa hal yang berhubungan dengan Geneng:
  1. Bus Gunung Mas adalah satu-satunya bus umum yang melewati Jl. Raya Bojonegoro-Ngawi. Perhatian! Bus ini bisa mengguncang perut, keimanan serta kejiwaan dengan dahsyat, hehe
  2. Jalan masuk ke beberapa RT benar-benar off road berbatu-batu dan jauh
  3. Banyak terdapat pengrajin bonggol jati atau akar jati yang dimanfaatkan sebagai meja, kursi, atau bentuk kerajinan lainnya. Kerajinan jenis ini juga bernilai ekonomi sangat tinggi.
  4. Banyak terdapat tanaman jati, di sini banyak penduduk yang berprofesi sebagai petani atau pencari jati. 
  5. Tanah disini kering dan berwarna putih, sehingga kalau jalan-jalan meskipun memakai sandal atau tanpa alas kaki, kaki kita akan berganti rupa seperti habis dibedakin.
  6. Di musim kemarau, sungai juga benar-benar kering tanpa air, ayam-pun bisa main kejar-kejaran di atas sungai kering.
  7. Ada semacam dam atau bendungan di tempat tersembunyi yang konon katanya horor, bahkan ada nama perempuan yang dikait-kaitkan sebagai nama setan penunggunya (gak berani sebut nama ah). Saat beberapa dari kami (barengan Wina & Bunda) mau kesana, di tengah perjalanan dengan jalur yang sempit, menanjak, dan sangat sepi, tak ada rumah, kami bertemu seorang ibu-ibu bertampang serem yang kami tanyai arah ke TKP, ia menjawab dengan nada creepy “wonten nopo kok bade mriko?” maksudnya “ada apa kok mau kesana?”, semacam kalau mau kesana harus ada keperluan tertentu, dan kabarnya sudah banyak orang yang hilang di sana,entah fakta atau becanda. Akhirnya kami puter balik.
Sebenarnya aktivitas kebanyakan warga disini hampir sama dengan kebanyakan warga desa sebagai petani dan biasa bercocok tanam. Sayangnya, di musim kemarau sawah tidak dapat digarap karena tidak ada pengairan. Sedangkan jati yang memiliki nilai ekonomis tinggi disini jumlahnya makin berkurang akibat sering ditebang dan tumbuhnya membutuhkan waktu cukup lama. Semoga cita-cita komandan Titis memajukan Bojonegoro bisa terwujud. Amiiiiiiiin. 

Foto oleh: Inggit & Wina Tita Satiti


9 komentar:

  1. knp tak ada satupun fotooku disini!?

    BalasHapus
  2. mesthi mamih ah. ntik kapan2, bayar dulu pokoknya :9

    BalasHapus
  3. Kak aku tono aku anak desa geneng. Masih ingat kah kakak dengan desa geneng.kapan main kesini lagi.

    BalasHapus
  4. Kak kapan main ke desa geneng lagi.

    BalasHapus
  5. Kak kapan main ke desa geneng lagi.

    BalasHapus
  6. Masih inget adek, gimana kabar temen2 yang lain? Kak Ratih titip salam buat dek Ali sama Hakim yaa, Adel wiwik jugaa :)

    BalasHapus
  7. Kalo adek baca ini, nitip yaa.. Kak Ratih minta nomor whatsappnya dek Ali sama Hakim

    BalasHapus
  8. Kak aku kangen kapan kakak main ke geneng lagi aku sungguh2 miss you banget kakkkk ka ingit kaaaa

    BalasHapus